Bayangkan apabila dengan seidzin Allah SWT, tiba-tiba Rasulullah SAW datang bertamu ke rumah kita. Beliau mengetuk pintu rumah kita. Suara salam beliau yang lembut berwibawa menyedot firasat batin kita untuk berlari penuh gembira untuk membukakan pintu.
Sambil menjawab salam penuh takzim, kita buka pintu perlahan-lahan. Bayangkan, betapa terkejutnya kita saat itu. Di depan kita berdiri Sang Manusia Agung itu dengan senyum indah terpancar dari wajah beliau yang bersih bersinar. Beliau menatap kita penuh senyum sambil berkata lembut, “Aku Muhammad bin Abdullah, bolehkah aku bertamu?”
Bayangkan, seketika itu juga kita kaget berbinar-binar karena kebahagiaan yang tak terkira. Betapa bahagia dan bangganya kita mendapat kunjungan kehormatan dari Sang Kekasih Allah SWT itu. Jangankan dikunjungi, bisa bermimpi bertemu beliau saja sudah sangat indah dan terhormat. Dan sejak ribuan tahun lalu berjuta-juta umat ini mengidam-idamkannya.
Maka bayangkanlah saat itu kita pun langsung menangis bahagia dan berteriak kegirangan. “Masya Allah.. tabarakallah.. Ahlan wa Sahlan ya Rasulullah Allahumma shalli ‘ala Muhammad...”
Dan bagi kita yang pria mungkin buru-buru merebut tangan beliau dan menciumnya penuh takzim. Bahkan kita peluk beliau erat-erat. Dan tanpa berpikir panjang, sambil menggenggam erat tangan lembut beliau, kita pun mungkin langsung mempersilahkan beliau masuk ke ruang tamu kita. Bahkan kita pun meminta dengan sangat agar beliau sudi menginap di rumah kita, walau hanya semalam.
Beliau tersenyum merespon luapan kebahagiaan kita dan sambutan dahsyat kita…
Namun belum lagi melangkah masuk, tiba-tiba gelora kegembiraan itu surut seketika, karena kita baru tersadar akan sesuatu. Ternyata acara sinetron cinta di yang artis-artisnya berpenampilan seronok di TV ruang tengah rumah kita, belum sempat dimatikan.
Dan kemudian dengan rasa bersalah yang sangat dalam serta malu yang tak terhingga, kita kemudian meminta maaf kepada beliau supaya menunggu sebentar di depan pintu rumah kita.
“Mohon beribu-ribuuu maaf ya Rasulullah, Moh.. mohon tunggu sebentar di sini ya, saya ke dalam dulu sebentar.”
Maka kita pun terburu-buru lari ke dalam rumah untuk mematikan TV tersebut. Bahkan kita mungkin akan langsung menutupi atau memindahkan TV itu ke dalam kamar, khawatir beliau tahu ternyata keluarga kita sangat hobi menonton TV. Betapa memalukannya kalau beliau sampai tahu bahwa kita dan keluarga kita adalah penikmat kesenangan dunia.
Beliau masih tersenyum melihat sikap kita…
Bayangkan, ketika saat itu kita akan kembali ke pintu untuk kembali mempersilahkan beliau masuk, beberapa langkah sebelum sampai ke pintu depan, tiba-tiba kita teringat sesuatu yang lain yang membuat kita semakin serba salah. Ternyata ada beberapa lukisan dan kalender bergambar wanita berpakaian tak pantas, yang terpajang di ruang tamu kita.
Maka dengan panik kita juga segera memindahkannya ke belakang secara tergesa-gesa , agar tak terlihat beliau. Tak terbayangkan betapa malunya kalau sampai beliau melihat gambar2 yang auratnya terbuka itu ada di rumah kita.
Saat itu juga kita teringat dengan hiasan patung-patung di ruang tamu kita. Terburu-buru juga kita memindahkannya ke belakang rumah. Karena kita tahu bahwa beliau paling membenci patung. Dan barangkali kita pun akan segera mencari hiasan kaligrafi yang bertuliskan lafal Allah dan Muhammad untuk kita pindahkan ke ruang tamu. Kita menjadi betul-betul sangat sibuk ketika itu.
Beliau yang masih menunggu dengan sabar di depan pintu masih tersenyum menyaksikan kesibukan dan kepanikan kita...
Setelah selesai, bayangkan ketika itu kita pun segera menuju beliau untuk menyambutnya masuk. Tapi kemudian kita teringat bahwa di meja tamu kita masih ada asbak yang penuh dengan abu rokok. Terbirit-birit kita segera membuang asbak itu ke tempat sampah di belakang rumah kita.
Dan kita pun segera mencari pengharum ruangan agar tak tercium sedikutpun bau asap rokok di rumah kita, yang sangat beliau benci. Setelah itu setengah berlari kita juga mungkin akan mencari sisa-sisa stok rokok kita yang belum dikonsumsi di buffet dan lemari dan kita buru-buru membuangnya.
Dan bayangkan sepanjang kita larut dalam kesibukan itu, perasaan kita dideru oleh rasa ketakutan dan malu yang luar biasa, karena jika kemudian beliau betul-betul bersedia menginap di rumah kita, maka beliau akan mengetahui semua keseharian kita dan keluarga kita. Ohh, tidaaak!
Dan yang lebih malu lagi saat kita teringat bahwa perempuan-perempuan yang ada di rumah kita belum mau berhijab dengan baik, masih sering mempertontonkan aurat, bahkan masih suka berpakaian ketat.
Bayangkan, bagaimana jika beliau juga akhirnya tahu bahwa ternyata kita dan anak-anak kita tidak terlalu rajin shalat berjamaah ke masjid. Sebaliknya keluarga kita sangat hobi menghabiskan waktu untuk main Games, bermedsos ria, dan kesibukan memperturutkan nafsu dengan gadget lainnya yang membuang-buang waktu dan biaya.
Bagaimana pula kalau beliau ingin mendengar bacaan Al-Quran kita yang ternyata masih berantakan karena kita tidak pernah sungguh-sungguh untuk belajar Quran. Padahal kita tahu beliau berjuang habis-habisan untuk menerima dan mengawal wahyu tersebut sampai kepada kita.
Kita juga merasa khawatir bagaimana kalau beliau bertanya hadits apa saja dari beliau yang sudah kita hapalkan dan kita amalkan. Atau bagaimana juga kalau beliau juga tahu kalau ternyata kita sangat jarang membaca bahkan tahu doa sehari-hari yang beliau ajarkan. Sementara kita juga ternyata lebih banyak hapal dan melantunkan lagu-lagu jahiliyah daripada menghapal dan melantunkan Shalawat kepada Rasulullah SAW.
Saat itu beliau mungkin masih tersenyum sambil berdiri menunggu di depan pintu rumah kita..
Sementara ketika itu kita semakin kikuk dan serba salah karena ketakutan membayangkan jika beliau betul-betul akan menginap di rumah kita, beliau akan tahu bahwa kita dan keluarga kita sangat sedikit mengetahui sejarah hidup beliau dan keluarganya.
Bayangkan betapa malunya kita jika beliau bertanya kepada kita tentang nama-nama keluarga beliau dan kita tidak bisa menjawabnya, sementara kita hapal di luar kepala nama-nama dan profil para artis dan selebriti, bintang sepak bola, tokoh-tokoh film, dan nama-nama populer lainnya, padahal tidak penting sama sekali dan tidak bisa menolong di akhirat nanti.
Bayangkan juga, saat itu kita semakin malu dan khawatir, karena jika beliau jadi menginap di rumah kita dan beliau bertanya kepada kita tentang nasib umatnya di zaman sekarang, kita tidak tega menceritakannya. Penderitaan kaum muslimin yang dibombardir di Palestina dan Suriah, serta yang dibantai di Rohingya, pasti akan membuat beliau menangis sedih.
Belum lagi cerita tentang kondisi umat beliau di negeri ini yang masih berpecah belah. Dan juga umat beliau banyak yang terjerumus dalam kesyirikan, kemaksiatan, pornografi, narkoba, LGBT, sehingga mengundang bencana gempa, tsunami dan likuidasi yang sangat mengerikan.
Dan mungkin kita lebih tidak sanggup lagi menjelaskan kepada beliau bahwa bangsa yang mayoritas muslim ini terjerat hutang sampai 5000 triliyun lebih, kekayaannya banyak yang dikuasai asing, ulamanya banyak dikriminalisasi, al-Quran dinistakan, bahkan bendera tauhid beliau, Ar-Royah dibakar dengan bangga oleh umatnya sendiri.
Beliau mungkin masih tersenyum di sana, di depan pintu rumah kita sambil menunggu dengan sabar, sementara kita semakin bingung dan serba salah, antara senang dan bangga dengan takut dan malu...
Bayangkan bagaimana kalau ternyata setelah terlalu lama menunggu kita akhirnya beliau Sang Kekasih Allah itu membatalkan kunjungannya ke rumah kita, beliau meminta maaf sambil mengucapkan salam sambil membalikkan tubuh beliau dan pergi meninggalkan rumah kita
Saat itu kita pun segera mengejar beliau dan menangis sambil berkata: “Ma… Ma… Maaf wahai Baginda Rasulullah, silahkan kunjungi dulu umatmu yang lain. rumah dan keluarga kami rasanya belum pantas untuk engkau kunjungi. Sekali lagi maaf beribu maaf Ya Rasulullah, bukan kami tidak mau menerimamu sebagai tamu agung kami.”
Namun, tiba-tiba ucapan kita terhenti. Kita baru sadar bahwa hampir setiap rumah kaum muslimin kondisinya sama jahiliyah seperti rumah kita, keadaan keluarga kita sama-sama jauh dari ajaran beliau. Dan mereka semua pun bersikap sama seperti kita, belum siap menerima kunjungan beliau karena merasa sangat malu.
Kita lalu membayangkan beliau datang dari satu pintu ke pintu umatnya yang lain dengan sabar, tapi lagi-lagi tidak jadi bertamu karena ummatnya merasa malu dikunjungi.
Bayangkan apabila Rasulullah tiba-tiba muncul di depan rumah kita. Apa yang akan kita lakukan? Masihkah kita akan menyambut histeris junjungan kita itu dan mempersilahkan beliau masuk serta meminta menginap di rumah kita?
Oh betapa memalukannya kehidupan kita saat ini di mata Rasulullah……..
Deka Kurniawan
Founder Rumah Autis, SAKURA
Cagar Foundation
(Renungan Maulid Nabi Muhammad SAW 1440 H)